GRESIK
–
Perkembangan zaman dan pesatnya globalisasi tidak hanya memunculkan berbagai
fenomena sosial, ekonomi, budaya dan teknologi, tetapi juga kian ketatnya
tingkat kompetisi baik antarnegara maupun antarindividu. Menurut Rektor
Universitas Sebelas maret (UNS) Surakarta, Ravik Karsidi, ketatnya kompetisi
ini perlu dijawab dengan kompetensi yang tepat, terutama pada para lulusan
perguruan tinggi.
Pria yang memulai karier kependidikannya di UNS pada 1981 ini berujar, perguruan tinggi sebagai lembaga yang mengembangkan knowledge, juga mesti mencetak mahasiswanya agar memiliki soft skills yang memadai. Dengan demikian, para lulusannya pun dapat menjadi individu yang kompeten. Menurutnya, lulusan yang kompeten tidak sekadar mampu menguasai pengetahuan dan teknologi di bidangnya, melainkan juga mampu mengaplikasikan kompetensinya dan memiliki soft skills yang memadai.
Sarjana Ilmu Pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNS itu memaparkan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang diberikan perguruan tinggi kepada para lulusannya adalah bekal hard skills. Sementara itu, bekal soft skills diberikan melalui pengembangan kemampuan berkomunikasi baik lisan, tulisan maupun gambar, kemampuan bekerja secara mandiri atau tim, kemampuan berlogika dan kemampuan menganalisis.
"Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa untuk mencapai puncak keberhasilan, bukan hanya hard skills yang dibutuhkan, tetapi juga soft skills. Bahkan dalam banyak hal, keunggulan seseorang pada soft skills justru menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan hidupnya," ujar Ravik ketika ditemui Okezone di ruang kerjanya, kampus UNS, Solo, baru-baru ini.
Pakar Sosiologi Pendidikan itu mengimbuh, selain menyeimbangkan hard skills dan soft skills, pihak kampus juga harus terus mengasah potensi mahasiswanya. Dalam hal ini, ujar pria asli Sragen itu, potensi diri mahasiswa yang terdiri dari cipta, rasa dan karsa diaktualisasikan dalam "karya" mereka. Potensi inilah yang melahirkan beragam kreasi dan prestasi para civitas akademika.
Proses mengasah potensi ini juga dimaksudkan untuk membentuk jiwa kewirausahaan dan kemandirian para mahasiswa. Sehingga, ketika lulus dari perguruan tinggi mereka akan memiliki bekal untuk menggapai sukses.
Menurut pria kelahiran 2 Juli 1957 ini, pengembangan jiwa kewirausahaan di perguruan tinggi akan bermanfaat tidak hanya bagi para mahasiswa tetapi juga bagi institusi perguruan tinggi tersebut. Ravik menyebut, hal ini akan menciptakan keseimbangan akademis; kemampuan bersikap dan kemampuan berkarya dalam rangka menuju pengembangan diri, baik sebagai wirausaha baru (WUB) yang profesional, mandiri dan inovatif; serta menjadi alumni yang berwawasan kemandirian.
"Selain itu, akan memperpendek masa tunggu lulusan dalam mendapatkan pekerjaan. Juga mewujudkan program entrepreneur education untuk mencapai terbentuknya sumber daya manusia yang terdidik, berkualitas dan mandiri," imbuh pemegang gelar master dan doktor dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Pria yang memulai karier kependidikannya di UNS pada 1981 ini berujar, perguruan tinggi sebagai lembaga yang mengembangkan knowledge, juga mesti mencetak mahasiswanya agar memiliki soft skills yang memadai. Dengan demikian, para lulusannya pun dapat menjadi individu yang kompeten. Menurutnya, lulusan yang kompeten tidak sekadar mampu menguasai pengetahuan dan teknologi di bidangnya, melainkan juga mampu mengaplikasikan kompetensinya dan memiliki soft skills yang memadai.
Sarjana Ilmu Pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNS itu memaparkan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang diberikan perguruan tinggi kepada para lulusannya adalah bekal hard skills. Sementara itu, bekal soft skills diberikan melalui pengembangan kemampuan berkomunikasi baik lisan, tulisan maupun gambar, kemampuan bekerja secara mandiri atau tim, kemampuan berlogika dan kemampuan menganalisis.
"Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa untuk mencapai puncak keberhasilan, bukan hanya hard skills yang dibutuhkan, tetapi juga soft skills. Bahkan dalam banyak hal, keunggulan seseorang pada soft skills justru menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan hidupnya," ujar Ravik ketika ditemui Okezone di ruang kerjanya, kampus UNS, Solo, baru-baru ini.
Pakar Sosiologi Pendidikan itu mengimbuh, selain menyeimbangkan hard skills dan soft skills, pihak kampus juga harus terus mengasah potensi mahasiswanya. Dalam hal ini, ujar pria asli Sragen itu, potensi diri mahasiswa yang terdiri dari cipta, rasa dan karsa diaktualisasikan dalam "karya" mereka. Potensi inilah yang melahirkan beragam kreasi dan prestasi para civitas akademika.
Proses mengasah potensi ini juga dimaksudkan untuk membentuk jiwa kewirausahaan dan kemandirian para mahasiswa. Sehingga, ketika lulus dari perguruan tinggi mereka akan memiliki bekal untuk menggapai sukses.
Menurut pria kelahiran 2 Juli 1957 ini, pengembangan jiwa kewirausahaan di perguruan tinggi akan bermanfaat tidak hanya bagi para mahasiswa tetapi juga bagi institusi perguruan tinggi tersebut. Ravik menyebut, hal ini akan menciptakan keseimbangan akademis; kemampuan bersikap dan kemampuan berkarya dalam rangka menuju pengembangan diri, baik sebagai wirausaha baru (WUB) yang profesional, mandiri dan inovatif; serta menjadi alumni yang berwawasan kemandirian.
"Selain itu, akan memperpendek masa tunggu lulusan dalam mendapatkan pekerjaan. Juga mewujudkan program entrepreneur education untuk mencapai terbentuknya sumber daya manusia yang terdidik, berkualitas dan mandiri," imbuh pemegang gelar master dan doktor dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar